PGRI adalah sebuah organisasi profesi yang beranggotakan guru, dosen, dan tenaga kependidikan baik negeri maupun swasta. Dapat dikatakan bahwa PGRI merupakan suatu wadah kerja sama seluruh guru, dosen, dan tenaga kependidikan untuk senantiasa bekerja sama mencerdaskan putra-putri bangsa Indonesia. Guru adalah sebuah profesi yang sampai saat ini belum dapat digantikan oleh perangkat secanggih apapun itu. Peran guru tetap harus ada dalam sebuah proses berdiri, berkembang, hingga majunya sebuah negara. Guru yang tidak hanya mengajar, melainkan juga mendidik karakter generasi bangsa seolah menjadi ujung tombak masa depan negara.
Indonesia saat ini merintis untuk mendapat predikat sebagai sebuah negara maju. Menurut CNN Indonesia (2021) ciri-ciri sebuah negara maju adalah memiliki pendapatan per kapita yang tinggi, terjaminnya keamanan dengan teknologi yang mumpuni, fasilitas kesehatan yang memadai, tingkat pengangguran rendah, menguasai sains dan teknologi, dan tingkat ekspor yang lebih daripada impor. Keenam ciri negara maju yang telah disebutkan di atas memiliki satu kunci yang harus disiapkan sejak awal yaitu pendidikan. Pendapatan per kapita yang tinggi, keamanan, fasilitas kesehatan, angka pengangguran yang rendah, dan penguasaan sains dan teknologi dapat diraih dengan mudah jika pendidikan dijadikan pondasi untuk membangun sebuah negara maju dan pemeran utama dalam hal itu adalah seorang guru.
Namun, tahun 2019 sebuah kejutan bernama pandemi muncul membuat dunia pendidikan khususnya Indonesia menjadi kalang kabut. Muncul kebijakan pemerintah yang tidak pernah terlintas di bayangan para pemeran utama dunia pendidikan bahwa ruang kelas yang riuh harus beralih ke sebuah gawai dengan istilah pembelajaran daring. Tidak pernah terbayangkan juga bagaimana pandemi ini terus berlangsung hingga tak terasa satu tahun lebih pembelajaran dilaksanakan tanpa tatap muka.
Dampak pandemi yang sangat terlihat menurut Jumeri, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (Dirjen PAUD Dasmen) Kemendikbudristek, dikutip dari Merdeka.com mengatakan bahwa tingkat putus sekolah untuk SD naik sepuluh kali lipat dibandingkan dengan tahun 2019 yaitu 0,1 persen menjadi 1,12 persen pada tahun 2020. Data tersebut belum mencakup siswa SMP, SMA/ SMK, dan perguruan tinggi yang dapat dipastikan juga terdampak kondisi pandemi.
Melihat kondisi pendidikan yang tak seperti biasa ini PGRI pun mengambil peran sebagai organisasi yang memiliki tujuan berpartisipasi secara aktif untuk mencerdaskan bangsa dan membentuk manusia Indonesia seutuhnya sebagai bagian pencapaian tujuan nasional; mengembangkan sistem dan pelaksanaan pendidikan nasional; meningkatkan mutu dan kualitas guru, melalui peningkatan profesi serta mempertinggi kesadaran dan sikap guru. PGRI memposisikan diri sebagai fasilitator atas ‘kegalauan’ para guru untuk menghadapi pandemi.

Langkah pertama yang diambil PGRI adalah menyosialisasikan kebijakan kementerian pendidikan yang menyusutkan kompetensi dasar yang terdapat pada kurikulum menjadi sebuah kurikulum bersifat lite yaitu kurikulum khusus pandemi. Seperti yang sudah dituliskan di awal, PGRI sebuah wadah kerja sama sudah sewajarnya menyeragamkan dan menyelaraskan kompetensi-kompetensi dasar yang harus diajarkan oleh guru-guru di sekolah.
PGRI menyadari bahwa tak hanya kompetensi-kompetensi dasar yang tertuang dalam kurikulum yang memerlukan penyesuaian. Guru yang merupakan subjek dan objek utama dari PGRI juga perlu dipayungi. Guru yang selama ini terbiasa bertatap muka dengan siswa mendadak berubah menatap siswa melalui dunia maya tentu bukan hal yang mudah.
Melihat fenomena dan keluhan-keluhan ini, PGRI banyak membuat kegiatan-kegiatan untuk memberikan pengalaman baru kepada guru-guru di Indonesia. Seperti yang dilakukan oleh PGRI Kota Kediri yang mengadakan Diklat Online Penulisan Best Practice. Diklat online juga sesuatu Gerakan baru pembuktian bahwa jarak dan kondisi pandemi tidak memutuskan silaturahmi antar anggota PGRI untuk saling berbagi karena guru menolak menyerah karena corona. Kegiatan ini berisi berbagi pengalaman guru-guru mengenai cara menghadapi pandemi. Berbagai cara disampaikan oleh narasumber baik mengenai media pembelajaran, platform digital, dan metode pembelajaran. Kegiatan dilanjutkan dengan pelatihan cara menuliskan sebuah karya ilmiah berbentuk best practice.
Hal serupa juga dilakukan oleh PGRI Kota Batu. Menyikapi program akun belajar untuk guru dan siswa serta program kuota gratis untuk guru dan siswa, PGRI Kota Batu mengadakan Pelatihan Mengajar di Mana Saja dengan Akun Pembelajaran. Pelatihan tersebut menyampaikan program dan kegiatan apa saja yang dapat dilakukan oleh guru dengan memanfaatkan akun belajar yang telah disiapkan oleh pemerintah. Tajuk mengajar dimana saja juga salah satu bukti bahwa PGRI mendukung program merdeka belajar dari pemerintah.
Menurut daya.id (2021) merdeka belajar dalam arti sekolah, guru-guru, dan muridnya, mempunyai kebebasan dalam berinovasi dan bertindak dalam proses belajar mengajar. Konsekuensinya, guru sangat dianjurkan untuk tidak bersikap monoton dan berorientasi pada guru saja. Dapat disimpulkan bahwa merdeka belajar adalah suatu terobosan yang mendorong guru dan siswa untuk berinovasi dalam kegiatan belajar mengajar. Harapan yang ingin dicapai dalam program merdeka belajar ini ialah terbentuknya karakter peserta didik yang berani, mandiri, cerdik dalam bergaul, beradab, sopan, berkompetensi, dan tidak hanya sekedar mengandalkan sistem rangking di kelas yang dapat membuat galau anak dan orang tua saja, karena sebenarnya setiap anak memiliki bakat dan kecerdasannya dalam bidang masing-masing, itulah yang diharapkan metode ini.
Empat Pokok Kebijakan Pendidikan “Merdeka Belajar” menurut Kemdikbud.go.id (2019) yang pertama mengenai Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) yang dilaksanakan hanya oleh sekolah dengan berbagai teknik sehingga guru dan sekolah lebih merdeka untuk melaksanakan penilaian pada siswa. Penilaian yang diberikan juga diharapkan lebih komprehensif seperti portofolio atau penugasan kepada siswa yang mengembangkan kemampuan kognitif, psikomotor, dan metakognitif siswa.
Kedua adalah Ujian Nasional (UN) yang akan diubah menjadi AN (Asesmen Nasional) yang mengutamakan literasi, numerasi, dan pendidikan karakter. Berbeda dengan UN, peserta AN adalah siswa kelas 5, 8, dan 11 dan bukan merupakan keputusan mutlak lulus tidaknya seorang siswa. Hasil AN digunakan untuk memetakan kualitas pendidikan di setiap sekolah.
Ketiga adalah penyederhanaan Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dikenal dengan administrasi yang cukup membebani guru. Kemendikbud menyederhanakannya dengan memangkas beberapa komponen. Dalam kebijakan baru tersebut, guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP. Tiga komponen inti RPP terdiri dari tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen.
Pokok Kebijakan Pendidikan “Merdeka Belajar” yang terakhir adalah tentang pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi. Komposisi PPDB jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen. Sedangkan untuk jalur prestasi atau sisa 0-30 persen lainnya disesuaikan dengan kondisi daerah.
Merdeka belajar sudah meliputi aspek pendidikan. PGRI pun dengan sigap mengambil peran karena merdeka belajar harus diawali dari guru. Bagaimana cara guru mengajar, menyampaikan materi, dan memberikan tugas sangat berpengaruh kepada bagaimana nantinya siswa tersebut belajar dan bersikap. Dalam memahamkan merdeka belajar ini, PGRI tak pernah lelah menyampaikan bahwa kegiatan pembelajaran antar guru tidak harus sama, melainkan harus disesuaikan dengan kondisi sekolah masing-masing.
Kegiatan yang dilaksanakan oleh PGRI Kota Kediri dan PGRI Kota Batu merupakan implementasi tujuan PGRI yaitu menjadi wadah kerja sama untuk mencerdaskan anak bangsa. Dua kegiatan tersebut juga bukti bahwa PGRI selalu dapat melindungi dan menjadi solusi anggotanya dengan saling menyampaikan pengalaman terbaik dan berbagai ilmu mengenai media pembelajaran dan lain sebagainya.
Pandemi bukan sesuatu yang diinginkan, tapi bukan berarti kita harus takluk dan terus sembunyi. Kita merdeka dapat belajar dan mengajar dimana saja. Kita merdeka karena bebas berinovasi sesuai dengan kondisi daerah. PGRI menjadi suatu contoh bahwa kita khususnya guru harus terus bergerak, terus mengajar, terus belajar, dan terus berinovasi karena lima, sepuluh, dua puluh tahun lagi mungkin siswa yang kita didik dalam masa pandemi ini menjadi seorang pemimpin negeri. PGRI bukan hanya sebuah organisasi profesi, melainkan sebuah wadah berbagi untuk terus membantu membangun pondasi negeri agar lebih baik lagi.

Catatan: Tulisan ini juara 1 Teacher Writing Competition tingkat guru SMP tahun 2021 oleh Febriana Tri Utami, S.Pd.